Aparat Keamanan Diduga Bungkam Proyek Jetty PT.STS Ilegal di Halmahera Timur
Ternatehariini – Warga bersama Salawaku Institute kembali melakukan aksi protes, terhadap pembangunan jetty yang berada di pesisir Dusun Memeli, Desa Pekaulang, Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, pada Rabu, Juni 2025.
Proyek jetty ini dikerjakan oleh perusahaan tambang nikel PT.Sambaki Tambang Sentosa (STS) yang diduga ilegal.
Protes dimulai sekitar pukul 14. 00 WIT di area proyek Jetty. Namun, sayangnya, di lokasi tersebut tidak tampak aktivitas dari pihak perusahaan; sebaliknya, yang terlihat justru keberadaan aparat baik polisi, brimob, dan tentara.
“Tidak terlihat adanya pekerjaan yang dilakukan. Alat berat dan kendaraan besar ditutup dengan terpal biru. Kami hanya menemukan polisi, brimob, dan tentara yang berjaga di tempat itu,” jelas M. Said Marsaoly, warga Halmahera Timur.
Said menambahkan, aktivitas di area tersebut sengaja dihentikan sementara karena pihak perusahaan sudah mengetahui tentang aksi yang akan berlangsung di lokasi itu. Hal ini disebabkan karena mereka sudah mendapatkan informasi terkait, kemungkinan terjadi aksi protes di wilayah setempat.
“Kami mencurigai bahwa mereka sudah punya informasi, sebab sejak kami mengirimkan surat pemberitahuan aksi ke Polres Haltim pada 2 Juni 2025, saat itu juga kami duga sudah ada pemberitahuan kepada perusahaan. Oleh karena itu, saat kami tiba, tidak ada aktivitas yang terlihat di lokasi proyek,” katanya.
Said, yang juga Ketua Salawaku Institute ini, menyebutkan bahwa, berdasarkan informasi yang diterima dan pengamatan yang dilakukan, perusahaan kembali melakukan kegiatan saat warga sudah kembali ke rumah.
Meski begitu, kata Said, berdasarkan penelusuran yang dilakukan, terminal khusus atau Jetty yang dibangun oleh PT STS di Memeli, tidak memiliki Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), serta sejumlah dokumen penting lainnya seperti UKL-UPL dan persetujuan lingkungan.
Ia juga menekankan bahwa lokasi Jetty yang baru dibangun berada di luar konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT STS. Oleh karena itu, perusahaan seharusnya memiliki dokumen KKPRL atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Dokumen ini sebenarnya merupakan syarat yang harus ada, sebelum izin lingkungan lainnya dikeluarkan,” jelasnya.
Olehnya itu, sambung Said, Salawaku Institute mendesak Polres Halmahera Timur dan Polda Maluku Utara untuk menghentikan aktivitas PT STS, serta melakukan penyelidikan terkait pembangunan Jetty di Memeli, termasuk memeriksa semua pejabat lokal dan aparat yang terlibat dalam pembiaran pelanggaran ini.
“Ini merupakan peringatan dari kami, diharapkan aparat tidak bertindak sebaliknya, yaitu melindungi perusahaan yang melanggar hukum. Kami meminta kepada Kementerian Perhubungan dan KKP untuk tidak menerbitkan izin KKPRL atau izin khusus, untuk Jetty di Memeli selama masalah pelanggaran hukum dan lingkungan belum diselesaikan,” tugasnya.







