Warga Desa Bobo Tolak Ekspansi Tambang Nikel Harita Group: Demi Masa Depan Kampung
Ternatehariini – Puluhan warga Desa Bobo, Kecamatan Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap rencana ekspansi tambang nikel oleh PT Karya Tambang Sentosa (KTS), perusahaan yang disebut terafiliasi dengan Harita Group. Aksi ini berlangsung saat acara sosialisasi perusahaan tambang yang digelar di Balai Desa Bobo, pada 14 Agustus 2025.
Aksi penolakan yang dilakukan warga—yang tergabung dalam Gerakan #SaveBobo—didominasi oleh perempuan dan pemuda. Mereka membawa umbul-umbul buatan tangan bertuliskan pesan-pesan penolakan seperti: “Kami Menolak Perusahaan Masuk di Desa Bobo”, “Selamatkan Desa Bobo #SaveBobo”, “Hutan adalah Rumah Kami”, “Tolak-Tolak PT IMS”, dan “Save Bobo: Tolak PT IMS”.
Di tengah berlangsungnya sosialisasi, warga menyuarakan penolakan total terhadap kehadiran perusahaan tambang di desa mereka. “Kami tidak datang untuk mendengar janji, kami datang untuk mempertahankan kampung kami,” ujar salah satu perwakilan warga.
Kekhawatiran Kolektif Berdasarkan Pengalaman Pahit
Pendeta Mersye Pattipuluhu dari Gereja Protestan Maluku Jemaat Desa Bobo menegaskan bahwa penolakan warga bukan tanpa alasan. Ia mengungkapkan bahwa kekhawatiran warga didasarkan pada pengalaman desa-desa sekitar yang mengalami kerusakan lingkungan dan dampak sosial akibat aktivitas tambang.
“Tidak ada jaminan di masa depan bahwa perusahaan akan menepati janji-janji mereka. Dalam 5, 10, atau 20 tahun ke depan, jika manajemen atau pemilik perusahaan berganti, bisa jadi komunikasi dengan warga akan diputus,” tegasnya.
Warga menilai bahwa aktivitas tambang nikel berpotensi merusak ekosistem hutan, mencemari sungai dan laut, serta menghancurkan kebun rakyat. Mereka juga menyoroti risiko kesehatan dan dampak sosial yang ditimbulkan. “Kehidupan, tanah, air, udara, dan masa depan generasi kami tidak dapat dinegosiasikan demi alasan sempit atas nama pertumbuhan ekonomi yang omong kosong,” tambah Mersye.
Tragedi Kawasi Jadi Cermin
Penolakan juga didasarkan pada tragedi ekologi di Desa Kawasi, Pulau Obi, yang menurut Ketua Klasis Pulau-Pulau Obi, Pdt. Esrom Lakoruhut, menjadi bukti nyata kerusakan akibat tambang nikel. Ia menyebutkan bahwa kawasan hutan dan pesisir di Kawasi telah rusak parah, kebun rakyat dihancurkan, mata air tercemar, serta warga mengalami berbagai penyakit baru.
“Di Kawasi, warga bahkan dipaksa meninggalkan kampung halaman mereka sendiri. Kami tidak ingin Bobo menjadi korban berikutnya,” ujarnya.
Kepentingan Elit dan Korporasi
Gerakan #SaveBobo juga menyoroti bahwa keuntungan dari tambang hanya dinikmati oleh segelintir elit dan korporasi. Sementara masyarakat lokal justru kehilangan sumber penghidupan tradisional seperti berkebun, melaut, dan hasil hutan.
“Tambang tidak membawa kesejahteraan, justru memperparah kemiskinan,” tegas Ketua Gerakan #SaveBobo.
Ia juga menambahkan bahwa segala bentuk izin administratif hanyalah formalitas prosedural yang tidak menjamin perlindungan lingkungan dan hak-hak warga. “Penolakan kami adalah bentuk pembelaan terhadap hak dasar untuk hidup di lingkungan yang sehat, sebagaimana dijamin oleh konstitusi,” ungkapnya.
Desakan kepada Pemerintah dan Fakta Korporasi
Warga menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menghormati hak-hak masyarakat Desa Bobo serta menghentikan segala bentuk pemaksaan aktivitas tambang di wilayah mereka.
Koalisi Gerakan #SaveBobo juga membeberkan hasil penelusuran mereka terkait kepemilikan PT KTS yang disebut memiliki keterkaitan erat dengan jaringan Harita Group. Disebutkan bahwa PT Intim Mining Sentosa (IMS) memegang 49% saham, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NKCL) memiliki 36%, dan PT Banyu Bumi Makmur sebesar 15%. Seluruh perusahaan ini disebut sebagai bagian dari konglomerasi Harita Nickel.
Acara sosialisasi itu sendiri dihadiri oleh jajaran penting dari perusahaan, di antaranya Direktur Utama PT KTS, Sandes Tambun; Manager Eksternal, Arnoldus Wea; perwakilan direksi dan ahli pertambangan, Jefri Siahaan; serta Kepala Teknik Tambang, Faisal.
Dari unsur pemerintah hadir Kepala Desa Bobo, Zeth Jems Totononu; Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Nandis Kurama; dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Halmahera Selatan, Noce Totononu.
Penolakan Total Tanpa Syarat
Gerakan #SaveBobo menegaskan bahwa penolakan terhadap kehadiran PT KTS dan PT IMS bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan. Mereka berkomitmen mempertahankan tanah leluhur demi masa depan kampung dan generasi penerus.
“Kami menyatakan secara tegas dan bulat: menolak kehadiran PT Intim Mining Sentosa ataupun Karya Tambang Sentosa di Desa Bobo.”







