Ternate Hari ini
Beranda Publik Rumput Laut Menghitam, Warga Fayaul Menjerit: Dugaan Dampak Industri di Halmahera Timur Mengemuka

Rumput Laut Menghitam, Warga Fayaul Menjerit: Dugaan Dampak Industri di Halmahera Timur Mengemuka

Ternatehariini — Keluhan petani rumput laut di Desa Fayaul, Kecamatan Wasile Selatan, kembali mencuat setelah perubahan warna laut dan kerusakan budidaya yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir.

Rumput laut yang biasanya hijau segar kini menghitam, membusuk, dan gagal panen. Warga menduga kondisi itu berkaitan dengan aktivitas jetty milik PT Jaya Abadi Semesta (JAS), yang beroperasi di wilayah pesisir tersebut.

Di tengah pro-kontra yang berkembang, Akademisi dan Peneliti Sosial-Ekologi, Asmar Hi. Daud, menyampaikan analisis dan sikap akademisnya atas fenomena ini. Menurutnya, apa yang terjadi di Fayaul bukan sekadar kasus lokal, melainkan bagian dari pola tekanan lingkungan yang lebih luas di Halmahera Timur.

Asmar menyebut, kerusakan lingkungan di Fayaul berkaitan erat dengan tekanan ekologis yang juga terjadi di kawasan Subaim dan Wasile. Di daerah hulu, pembukaan lahan tambang dan aktivitas jalan hauling ditengarai memicu sedimentasi berat yang memperburuk kondisi sungai dan daratan.

“Kerusakan pesisir dan hulu membentuk satu sistem social-ekologis yang kini berada di bawah tekanan kuat akibat industrialisasi yang tidak dikawal dengan tata kelola lingkungan memadai,” ujarnya.

Di hilir, aktivitas jeti dan bongkar muat material disebut memicu kekeruhan dan perubahan warna air laut. Kombinasi tekanan dari hulu hingga pesisir dinilai memperburuk kondisi budidaya rumput laut masyarakat.

Rumput Laut Rusak, Mata Pencaharian Runtuh

Ekosistem laut di Fayaul menjadi sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air. Bagi masyarakat yang menggantungkan hidup pada rumput laut, kerusakan ini langsung berdampak pada penghasilan harian mereka.

“Fenomena serupa juga terjadi di Wasile, di mana masyarakat kehilangan produktivitas perikanan dan pertanian akibat sedimentasi,” jelas Asmar.

Ia memperingatkan bahwa jika dibiarkan, wilayah tersebut akan menghadapi “degradasi berantai” berupa hilangnya sumber daya alam, kerentanan sosial, hingga potensi kemiskinan struktural.

Sejumlah warga di desa tertentu disebut menerima kompensasi terkait aktivitas industri, namun hal itu tidak berlaku bagi Desa Fayaul.

Menurut Asmar, kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai prinsip keadilan ekologis, terutama bagi wilayah yang paling dekat dengan dampak.

“Desa yang paling terdampak sering menjadi yang paling kurang diperhatikan,” tegasnya.

Tiga Rekomendasi Mendesak untuk Pemerintah dan Perusahaan

Asmar mengajukan beberapa langkah yang dianggap perlu segera dilakukan:

1.Monitoring Ilmiah Independen

Pemantauan berkala kualitas air laut dan DAS Wasile, termasuk tingkat kekeruhan, warna air, dan parameter kimia. Data harus transparan dan bisa diakses publik.

2. Audit Lingkungan dan Audit Keadilan Ekologis

Audit menyeluruh untuk menilai hubungan aktivitas industri dengan dampak yang dirasakan masyarakat, sekaligus meninjau distribusi kompensasi agar tidak diskriminatif.

3. Pembentukan Forum Tata Kelola Adaptif

Sebuah forum multipihak — melibatkan DLH, DKP, akademisi, perusahaan, dan masyarakat pesisir — untuk menangani konflik, merencanakan pemulihan lingkungan, dan merumuskan kebijakan adaptif.

Ridge-to-Reef: Hulu dan Pesisir Satu Napas Ekologi

Menurut Asmar, ekosistem Halmahera Timur bergerak dari pegunungan hingga laut atau dikenal dengan konsep ridge-to-reef. Karena itu, penanganan kerusakan tidak dapat dilakukan secara parsial.

“Pemulihan di pesisir saja tidak cukup. Rehabilitasi DAS hulu, penegakan hukum lingkungan, dan pembenahan tata kelola industri merupakan satu paket solusi yang tidak terpisahkan,” jelasnya.

Asmar mendorong pemerintah daerah, DPRD, dan perusahaan untuk membuka ruang dialog yang lebih transparan dan inklusif.

Ia menegaskan bahwa keberlanjutan industri tidak boleh mengorbankan masyarakat pesisir yang paling rentan terhadap perubahan lingkungan.

“Industri boleh berjalan, tetapi masa depan masyarakat pesisir harus dilindungi,” tutupnya.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan