Sebut Pemdes Tak Peduli KMP, Kades Kakaraino Bantah: Ricko Diduga Palsukan Dokumen
Ternatehariini — Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM (Kadis Perindagkop) Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Ricko Dibeturu, membantah pernyataan Pemerintah Desa (Pemdes) Kakaraino, Kecamatan Wasile Tengah, terkait dugaan dualisme kepengurusan Koperasi Merah Putih (KMP) di desa tersebut.
Menurut Ricko, tidak ada dualisme kepengurusan KMP karena pembentukannya telah melalui Musyawarah Desa (Musdes). Ia mengakui sempat terjadi perbedaan pendapat, namun hal itu telah diselesaikan.
“Tidak ada dualisme. KMP Desa Kakaraino sudah selesai. Memang sebelumnya ada beda pendapat, tapi sudah tuntas,” kata Ricko kepada wartawan, Senin, 8 Desember 2025.
Ricko menjelaskan, KMP telah dibentuk melalui Musdes, namun muncul persoalan karena ada keluarga Kepala Desa yang hendak dimasukkan dalam struktur kepengurusan, padahal aturan melarang hal tersebut.
“Ibu Kades punya anak dipaksa masuk sebagai bendahara, dan saya tidak mau karena aturan tidak membolehkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ricko mengatakan bahwa istrinya sempat menjabat sebagai bendahara KMP demi menyelamatkan proses pembuatan akta notaris, sebab Pemdes Kakaraino tidak menyelesaikan biaya administrasi.
“Istri saya jadi bendahara hanya untuk penyelamatan terkait akta notaris, karena Pemdes belum selesaikan administrasinya. Karena saya tidak ikutkan, saya malah ditegur Bupati. Yang penting akta notaris bisa terselamatkan,” ungkapnya.
Ricko menambahkan, kurangnya kepedulian Pemdes dalam proses pembentukan KMP menjadi alasan pihaknya memasukkan istrinya sementara dalam struktur pengurus.
“Karena Kades tidak peduli, saya ambil alih supaya akta notaris bisa diproses. Tapi sudah saya kembalikan ke desa karena pengurus bisa berubah. Daripada saya terus dapat teguran,” jelasnya.
Secara terpisah, Kepala Desa Kakaraino, Marwen Dehe, membantah pernyataan Kadis Perindagkop. Menurutnya, pemerintah desa justru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengawal pembentukan hingga pengembangan koperasi agar sesuai aturan dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Pengawalan pembentukan koperasi adalah tugas Kades. Jadi tidak benar kalau kami tidak peduli. Terkait anak tiri saya yang menjadi bendahara hasil Musdes, itu akan kami ubah karena memang dilarang,” tegas Marwen.
Ia mempertanyakan dasar hukum Kadis Perindagkop dalam pembuatan akta notaris yang justru memasukkan istri Kadis sebagai bendahara, padahal struktur tersebut tidak sesuai hasil Musdes.
“Akta notaris seharusnya berdasarkan struktur KMP hasil Musdes. Jadi kami menduga dokumen yang diajukan itu palsu atau tidak sah, karena tidak sesuai dengan struktur dalam berita acara,” katanya.
Marwen menilai langkah Kadis Perindagkop yang mengubah struktur KMP sebagai bentuk intervensi terhadap kewenangan pemerintah desa. Padahal, menurutnya, peraturan sudah mengatur bahwa pemerintah desa berwenang menyiapkan seluruh administrasi pendukung pembentukan KMP.
“Ini menyalahi aturan. Kami sudah mengikuti seluruh prosedur, termasuk menggelar Musdes, namun akta notaris yang keluar justru berbeda. Ini karena ada intervensi dari Kadis Perindagkop,” pungkasnya.







