IACN Laporkan Seorang Anggota DPRD Halmahera Selatan ke KPK
Ternatehariini – Eliya Gabrina Bachmid, anggota DPRD Halmahera Selatan dari Partai Gerindra, telah dilaporkan kembali ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Jaringan Anti-Korupsi Indonesia (IACN). Laporan ini terkait dengan kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan almarhum mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).
Ketua Bidang Riset dan Advokasi IACN, Yohanes Masudede, datang ke Gedung KPK pada Selasa siang, 29 Juli 2025, membawa berbagai dokumen. Yohanes, yang juga merupakan Peneliti di IRDeM, menyerahkan nama Eliya sebagai individu yang perlu diperiksa kembali oleh pihak KPK.
“Menurut kesaksian yang terungkap dalam persidangan, terdapat aliran dana sekitar Rp8 miliar ke rekening Eliya. Uang itu diduga berasal dari AGK dan digunakan untuk menyediakan perempuan bagi gubernur,” jelas Yohanes.
Nama Eliya pertama kali muncul dalam persidangan Muhaimin Syarif, orang terdekat AGK, yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Ternate pada 20 Desember 2024. Pada waktu itu, Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan Eliya sebagai saksi. Di depan hakim, Eliya mengonfirmasi bahwa dia menerima dana dari AGK, jumlahnya mencapai delapan miliar rupiah, yang masuk ke tiga rekening atas namanya.
Menurut jaksa dan sejumlah saksi lain, uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi AGK, termasuk salah satu hal yang paling mencolok: menyiapkan perempuan untuk gubernur.
Yohanes menilai bahwa peran Eliya sangat signifikan. “Dia bukan cuma penerima dana, melainkan juga fasilitator. Ini sudah masuk dalam kategori suap dan pencucian uang,” ungkapnya.
Dalam laporan yang disampaikan ke KPK, IACN mendesak penegak hukum mengambil tindakan terhadap Eliya dengan merujuk pada berbagai pasal hukum. Di antaranya, Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, yang terkait dengan Pasal 269 dan 506 KUHP, serta Pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Yohanes menyampaikan bahwa praktik semacam ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga dapat merusak moral para penyelenggara negara. “Kami khawatir ini adalah bagian dari jaringan kekuasaan yang selama ini menghalangi transparansi anggaran dan mengatur proyek di Maluku Utara,” katanya.
Bagi IACN, laporan ini bukan sebuah akhir, melainkan awal dari pengawasan lebih lanjut. Yohanes menjelaskan bahwa mereka akan terus mengikuti perkembangan kasus Eliya, termasuk mengungkap jaringan kolusi yang mungkin berusaha melindunginya dari proses hukum.
“Kami tidak akan ragu untuk melaporkan pihak-pihak yang berusaha menghalangi penyelidikan kasus ini. Masyarakat Maluku Utara berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kekuasaan,” tegas Yohanes, yang merupakan mantan Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Yogyakarta.
Hingga berita ini dirilis, KPK belum memberikan jawaban resmi terkait laporan dari IACN. Namun, menurut Yohanes, pihak Humas dan Pengaduan Masyarakat KPK telah menerima dan mencatat laporan itu untuk ditindaklanjuti.
Kasus AGK memang telah menjadi halaman kelam dalam sejarah politik Maluku Utara. Namun, jika nama-nama yang diduga terlibat tidak mendapatkan hukuman, bagian ini bisa menjadi sebuah tragedi yang berkepanjangan: kekuasaan yang dibiarkan tercemar dan hukum yang terhenti di tengah jalan.







