Ternate Hari ini
Beranda Maluku Utara Tegas! Masyarakat Desa Bobo Pulau Obi dan JATAM Menolak Tambang Nikel PT IMS

Tegas! Masyarakat Desa Bobo Pulau Obi dan JATAM Menolak Tambang Nikel PT IMS

Ternatehariini – Masyarakat Desa Bobo di Pulau Obi, Halmahera Selatan, bersama dengan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, dengan tegas menolak segala bentuk pertambangan yang dapat merusak keseimbangan sosial dan ekologi.

Salah satu perusahaan yang memiliki konsesi pertambangan seluas 3. 185 hektare di desa tersebut adalah PT Intim Mining Sentosa (IMS). Sebelumnya, PT IMS telah menggelar pertemuan yang melibatkan perwakilan pemerintah dan kepala desa, namun tidak mengikutsertakan masyarakat Desa Bobo. Pertemuan tertutup ini berlangsung di salah satu hotel di Ternate pada Kamis, 2025.

Praktik seperti ini menunjukkan adanya kolaborasi sistematis antara negara dan korporasi, yang berupaya menyembunyikan agenda mereka dari masyarakat. Akibatnya, warga desa menjadi korban dari keputusan yang tidak mereka ketahui, setujui, atau inginkan.

Sayangnya, pola seperti ini kerap terjadi untuk memuluskan operasi ekstraktif di berbagai wilayah, tanpa mendengarkan suara serta hak-hak masyarakat lokal. Meskipun PT IMS mengklaim bahwa mereka akan melakukan praktik pertambangan yang “bertanggung jawab” dan mematuhi semua peraturan yang ada, pengalaman menunjukkan sebaliknya.

Julfikar Sangaji, dinamisator JATAM Maluku Utara, menjelaskan bahwa pertambangan pada dasarnya merupakan industri yang padat modal dan teknologi, sangat bergantung pada sumber daya tanah dan air.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, di mana pun tambang beroperasi, kerusakan pasti terjadi. Aktivitas tambang selalu mengakibatkan degradasi ekosistem, mulai dari perusakan hutan, pencemaran air, hingga kerusakan kebun rakyat dan ekosistem pesisir, yang pada akhirnya berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.

Klaim mengenai “pertambangan ramah lingkungan” hanya sekadar permainan kata yang ditujukan untuk mengelabui masyarakat. Faktanya, warga setempat kini menghadapi krisis sosial-ekologis yang menghancurkan kehidupan mereka.

Tambang Tidak Membawa Kesejahteraan Masyarakat

Pulau Obi dan Maluku Utara telah lama menjadi target industri pertambangan. Namun, keberadaan tambang bukanlah solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru memperburuk kemiskinan.

Sumber mata pencaharian tradisional seperti bercocok tanam, menangkap ikan, dan memanfaatkan hasil hutan, mengalami kerusakan dan hilang. Lautan yang menjadi sumber kehidupan para nelayan kini tercemar parah, memaksa mereka harus pergi lebih jauh untuk mencari ikan, yang tentunya meningkatkan biaya produksi dan membuat hasil tangkapan menurun.

Di sisi lain, keuntungan besar hanya dinikmati oleh segelintir elit dan korporasi. Ketimpangan ekonomi yang ditimbulkan oleh industri tambang semakin memperburuk luka sosial dan ketidakadilan di tengah masyarakat.

“Kami menolak pandangan yang menganggap pertambangan hanya sebagai persoalan administratif. Hidup, tanah, air, udara, dan masa depan generasi kami tidak bisa tukar dengan selembar dokumen izin dari negara,” tegas mereka.

Dikatakan, Izin administrasi yang lengkap hanya mencerminkan formalitas prosedural, tanpa ada jaminan perlindungan bagi warga dan lingkungan. Penolakan ini berakar dari hak fundamental untuk hidup layak di lingkungan yang sehat, sebagaimana diamanahkan dalam Konstitusi Indonesia.

“Kami menuntut hak atas lingkungan hidup yang bersih dan berkelanjutan. Kami tidak ingin meninggalkan tanah yang rusak, air yang tercemar, laut yang hancur, dan udara yang beracun kepada generasi mendatang. Kami berjuang untuk hak hidup dalam lingkungan yang berkelanjutan, bebas dari ancaman kerusakan ekologis akibat aktivitas pertambangan. Menyelamatkan lingkungan berarti menyelamatkan masa depan masyarakat adat dan generasi yang akan datang,” tegasnya.

Belajar Dari Pengalaman Pahit, Satu-satunya Jalan Adalah Menolak

Julfikar, megatakan, kawasan kawasi telah menjadi saksi bisu dari dampak kehancuran ekologis yang ditimbulkan oleh tambang nikel. Di tempat ini, hutan-hutan dihancurkan, pesisir dan area tangkap nelayan tercemar, lahan pertanian masyarakat rusak, serta sumber mata air dirampas dan terkontaminasi.

Dampak dari semua ini telah menyebabkan warga menderita berbagai penyakit baru, serta meningkatnya tingkat kekerasan dan kriminalisasi, membuat banyak di antara mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai.

Tragedi ekologis dan sosial yang melanda Kawasi menjadi sebuah peringatan penting bagi kami di Desa Bobo. Kami menolak untuk menjadi korban berikutnya dari ekspansi tambang nikel tersebut.

“Dengan tegas dan bulat, kami menyatakan penolakan terhadap kehadiran PT Intim Mining Sentosa di Desa Bobo. Penolakan ini bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan. Kami juga menyerukan kepada semua pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, untuk menghormati hak-hak masyarakat Desa Bobo dan menghentikan segala upaya untuk memaksakan operasi pertambangan di wilayah kami,” tambahnya.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan