Cara Polda Maluku Utara Lindungi Perusahaan Nikel di Halmahera, Warga Harus Diintimidas
Ternatehariini – Puluhan masyarakat adat Maba Sangaji, Kabupaten Halmahera Timur Maluku Utara ditangkap paksa oleh polisi, saat tengah melakukan protes terhadap perusahaan tambang nikel PT Position, yang ditengarai telah merusak hutan dan sungai di balik kampung Maba Sangaji, pada Jumat 16 Mei 2025.
Warga tak hanya ditangkap tapi juga diduga mengalami tindakan represi hingga penganiayaan saat proses pemeriksaan oleh polisi dan Kepolisian Daerah Maluku Utara.
Puluhan masyarakat adat Maba Sangaji ditangkap ketika menuntut perusahaan PT.Position, agar hengkang dari wilayah mereka. Namun, narasi sesat yang dibangun telah menyudutkan mereka, sebagai pelaku aksi premanisme.
“Artinya, polisi sedang membangun narasi bahwa masyarakat adat Maba Sangaji adalah preman. Ini merupakan tindakan kriminalisasi brutal yang dilakukan oleh negara melalui tangan-tangan aparat kepolisian, terhadap warga yang tengah memperjuangkan ruang hidupnya dan ancaman perampasan,” kata Amin Yasim, Warga Maba Sangaji, Halmahera Timur.
Padahal aksi yang dilakukan masyarakat adat Maba Sangaji ini, merupakan bentuk penolakan keras terhadap perampasan tanah adat yang dilakukan oleh anak usaha PT Harum Energy Tbk tersebut.
“Perusahaan telah melakukan pengkaplingan hutan, yang menjadi Sumber kehidupan bagi masyarakat adat Maba Sangaji, tanpa adanya konsultasi atau kesepakatan yang sah,” ujarnya.
Amin mengatakan, upaya warga dalam menghentikan aktivitas tambang adalah bentuk pembelaan hak yang dijamin oleh konstitusi, bukan tindakan kriminal seperti yang dituduhkan pihak kepolisian. Hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alamnya telah dijamin dalam Pasal 188 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya.
Selain itu, Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap Orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Perlindungan terhadap hak atas lingkungan juga diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperjuangkan hak tersebut tanpa takut dikriminalisasi.
Tambang PT.Position yang Merenggut Hidup Warga Adat Maba Sangaji
Penolakan keras dari warga adat Maba Sangaji sejak pertama kali PT.Position mengkapling hutan-hutan adat di wilayah setempat. Adanya penolakan tersebut, maka perusahaan tambang nikel ini beroperasi tanpa ada persetujuan dari masyarakat, sejak dalam proses pra-perizinan.
“Bagi masyarakat adat Maba Sangaji, hutan adat bukan hanya sekedar lahan dengan pepohonan keras yang rimbun, tetapi juga, merupakan sumber kehidupan dan identitas warga sebagai masyarakat adat Maba Sangaji,” ungkap Amin.
Sementara, Julfikar Sangaji, Omamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, menyebutkan, dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun beroperasi, perusahaan milik Kila Barki ini telah merusak hutan pala Sangaji dan Sungai Sangaji, yang selama ratusan tahun telah menjadi sumber kehidupan masyarakat.
Kerusakan pada sungai besar akibat aktivitas perusahaan tersebut juga meluas ke anak sungai seperti Sungai Kaplo, Sungai Tuntungan, Sungai Semiowos, Sungai Sabaino, dan Sungai Mryen. Akibatnya, masyarakat kehilangan akses terhadap sumber penghasilan dan sumber pangan seperti ikan, udang, serta sumber protein lainnya.
“Bencana banjir bandang yang semakin sering terjadi akibat kegiatan perusahaan yang menghancurkan bentang alam hutan adat Maba Sangaji, pada akhirnya turut merusak kebun warga yang menjadi penopang ekonomi mereka,” kata Julfikar.
Kronologi Penangkapan Warga Adat Maba Sangaji
Pada Kamis tanggal 15 Mei 2025 lalu, sebanyak 30 orang warga Maba Sangaji berangkat ke lokasi penambangan PT Position di Hutan Maba Sangaji, untuk melakukan protes atas aktivitas tambang nikel yang merusak lingkungan
Aksi protes ini ter7s berlanjut hingga Jumat, 16 Mei 2025. Warga bersama pemangku adat menggelar aksi protes kepada perusahaan, menyampaikan keberatan atas kerusakan Hutan Adat Maba Sangaji dan Sungai Sangaji di Kabupaten Halmahera Timur.
Namun, sebanyak 27 warga Maba Sangaji ditangkap oleh aparat kepolisian saat menghentikan aktivitas pertambangan di kawasan hutan adat sekitar pukul 12.00 WIT. Penangkapan dilakukan dengan pengerahan polisi berseragam coklat, brimob, anggota TNI, satpam, dan karyawan perusahaan yang mengepung warga dengan tuduhan aksi premanisme.
Keesokan harinya, Minggu, 18 Mei 2025, warga yang telah ditangkap berada di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara, di Ternate, Senin, 19 Mei 2025. Dari 27 warga yang ditangkap 11 warga kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara.
Meski begitu, narasi yang disebarkan oleh Polda Maluku Utara yang menyebutkan, warga membawa senjata tajam dan melakukan tindakan premanisme merupakan pengalihan isu yang bertujuan membenarkan tindakan represif aparat terhadap masyarakat.
Warga yang diamankan bukanlah preman, melainkan petani dan nelayan yang hidup dari alam yang kimi dirusak akibat aktivitas tambang. Tindakan aparat yang menangkap 27 warga dan menetapkan 11 orang sebagai tersangka adalah bentuk intimidasi terhadap perjuangan masyarakat adat. Oleh Karena itu, kami menuntut:
- Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap warga adat Maba Sangaji yang berjuang mempertahankan hak dan sumber penghidupan mereka.
- Hentikan dan cabut IUP PT Position yang telah merusak lingkungan dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat.
- Bebaskan seluruh warga yang ditahan secara sewenang-wenang dan mencabut Status tersangka terhadap mereka.
- Penyelidikan independen atas tindakan represif aparat kepolisian yang bertentangan dengan prinsip HAM dan demokrasi.
Aksi masyarakat adat Maba Sangaji bukanlah bentuk premanisme, melainkan upaya mempertahankan hak yang sah. Negara seharusnya hadir untuk melindungi warga, bukan berpihak pada korporasi yang merampas tanah rakyat. ***







